Minggu, 27 Januari 2008

SEPERCIK HARAPAN SEORANG GURU KEPADA SISWA-SISWINYA

Senin, 01 Oktober 07 - oleh : admin
Oleh: Ardiani Mustikasari, S.Si, M.Pd

Aku terus mendengarkan, aku terus bertutur, aku terus mengamati, aku terus belajar dari apa pun dan siapa pun yang datang dan menghampiriku, setiap yang datang mengajariku sesuatu, mewarnai hatiku dan membuatku terpesona dengan keunikan mereka (Ronnie, D., 2005). Guru merupakan komponen paling penting di sekolah. Namun ketika mutu pendidikan di negara kita masih belum menggembirakan, benarkah apabila sorotan banyak kalangan hanya pada keberadaan guru? Apabila seorang guru dianalogkan dengan sebuah ember yang berisi. Guru menciduk dari ember dan memberikan kepada siswa-siswinya. Kemudian siapa yang seharusnya mengisi kembali ember sang guru?. Andalah siswa-siswi sang guru yang seharusnya mengisi ember itu dengan gairah-gairah belajar yang anda ciptakan. Karena saya yakin di mana pun kita belajar, sehebat apa pun materi yang disajikan, secanggih apa pun perlengkapan yag kita pakai, tanpa balikan dari anda semua, tidak akan memberikan hasil yang optimal. Bayangkan dihadapan seorang guru ada 40 lembar hasil karya yang harus dibaca dan diberi nilai dan karya-karya itu berisi hal-hal yang sama. Warnailah hari-hari sang guru dengan hasil-hasil karyamu yang lain daripada yang lain, yang membedakan anda dengan teman-teman yang lain. Berusahalah untuk terus memunculkan motivasi dan segala kelebihan yang ada dalam dirimu. Sehingga kamu menjadi individu unik dengan segala potensi. Bukankah sesuai dengan apa yang dikemukakan Howard Gardner bahwa ada delapan tipe kecerdasan pada manusia. Kedelapan tipe kecerdasa tersebut adalah kecerdasan berpikir dalam citra dan gambar (visual-spatial) yang digunakan oleh arsitek, pematung, pelukis, pemain catur, navigator, dan pilot. Kecerdasan berpikir melalui sensasi dan gerakan fisik (kinestetik-fisik) yang digunaan oleh penari dan olah ragawan. Kecerdasan berpikir dalam kata-kata (linguistic-verbal) yang digunakan oleh penulis, editor, dan jurnalistik. Kecerdasan berpikir dalam irama dan melodi (musical-ritmik) yang digunakan oleh penggubah lagu, pembuat instrument, penata rekaman, dan penikmat musik. Kecerdasan berpikir dengan nalar (matematis-logis) yang digunakan oleh ahli matematika, akuntan, ilmuwan, dan pengacara. Kecerdasan berpikir dalam acuan alam raya (naturalis) yang diunakan oleh astronot, peramal cuaca, dan pecinta alam. Kecerdasa berpikir melalui interaksi dengan orang lain (interpersonal) yang digunakan oleh politisi, guru, penceramah, dan penjual. Kecerdasan berpikir secara reflektif (intrapersonal / intuitif) yang digunakan oleh pembicara, novelis, guru, dan penasehat. Oleh karena itu siswa-siswiku, setiap orang dapat sukses sesuai dengan potensi yang ada dalam dirinya masing-masing. Anda tidak perlu menjadi Bill Gate, Aristotle Onnasis, AA Gym, Bob Sadino, Anthony Robbins, Dale Carniege, Arif Rachman, dan lain-lain. Yang anda perlukan adalah menjadi diri anda sendiri. Teruslah berantusias untuk belajar. Anda adalah makhluk yang luar biasa, karena anda hasil karya tangan-tangan perkasa Sang Maha Pencipta. Sikapilah segala hal yang terjadi dengan sikap terbaik dengan memaksimalkan apa yang kalian miliki. Hidup ini harus diraih dengan cara yang baik dengan tetap menjaga kebersihan hati. Anda dapat menjadi insan-insan yang memiliki nilai-nilai moral. Anda akan menjadi generasi-generasi yang berintegritas, siap bekerja, unggul, kooperatif, produktif, penuh semangat, dan siap menciptakan lapangan pekerjaan, dengan hati yang dipenuhi rasa kasih dan penuh empati. Saya percaya ada mutiara di dalam diri setiap manusia, demikian juga pada diri anda dan saya. Mutiara yang siap kita dulang. Yang kita perlukan adalah meluangkan waktu untuk menemukan dan menambangnya dalam diri kita masing-masing. Jangan biarkan mutiara itu tak tersentuh dan terus menjadi misteri. Jadilah pembelajar yang selalu dahaga akan cahaya arahan, pijakan, dan contoh teladan. Mari sama-sama kita jawab dengan kerendahan hati segala resah sahabat-sahabat di luar sana terhadap mutu pendidikan di negeri ini dengan sebuah karya nyata. Kita sama-sama bahu membahu mengembalikan jati diri dunia pendidikan. Dari hal-hal yang kecil, kemauan untuk mengevaluasi diri sendiri dan kemauan untuk menyadari kekeliruan akan membuat kita mampu melihat hal-hal tersebut dari perspektif yang konstruktif. Demikian siswa-siswiku, jangan pernah takut! Ember itu tidak pernah akan menjadi kering karena diciduk oleh siswa-siswiku tercinta..

KOMERSIALISASI PERGURUAN TINGGI

17 Januari 08 - oleh : from : Tata Sutabri

Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk Research & Development (R&D) serta arena penyemaian manusia baru untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian serta kompetensi keilmuan sesuai bidangnya. Secara umum dunia pendidikan memang belum pernah benar-benar menjadi wacana publik di Indonesia, dalam arti dibicarakan secara luas oleh berbagai kalangan, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan urusan pendidikan. Namun demikian, bukan berarti bahwa permasalahan ini tidak pernah menjadi perhatian. Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar hadiah & gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan seperti proses ujian yang terlalu singkat, sehingga terkesan asal ujian. Bahkan ada PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat. Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, dengan promosi yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas ?. Semoga masyarakat dan orang tua yang akan menyekolahkan putra putrinya tidak terjebak pada kondisi tersebut dan lebih bijak dalam memilih perguruan tinggi, sehingga putra-putrinya tidak terkesan asal kuliah. Ditengah besarnya angka pengangguran di Indonesia yang telah mencapai lebih dari 45 juta orang, langkah yang harus ditempuh adalah mencari pendidikan yang baik dan bermutu yang dibutuhkan pasar. Bukan hanya murah saja dan asal. Tidak dipungkiri lagi bahwa selama ini, dunia industri kesulitan mencari tenaga kerja dengan keahlian tertentu untuk mengisi kebutuhan pekerjaan. Bila membuka lowongan, yang melamar biasanya banyak, namun hanya beberapa yang lulus seleksi. Pasalnya jarang ada calon pegawai lulusan perguruan tinggi atau sekolah, yang memiliki keahlian yang dibutuhkan, karena kebanyakan berkemampuan rata-rata untuk semua bidang. Jarang ada yang menguasai bidang-bidang yang spesifik. Hal ini tentunya menyulitkan pihak pencari kerja, karena harus mendidik calon karyawan dulu sebelum mulai bekerja. Sebagian besar perguruan tinggi atau sekolah mendidik tenaga ahli madya (tamatan D.III) tetapi keahliannya tidak spesifik. Lebih parah lagi, bahkan ada PTS di Jakarta yang memainkan range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-pasan yang sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Ini adalah cermin dari proses PEMBODOHAN BANGSA bukan mencerdaskan BANGSA. Dalam hal ini semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan pendidikan yang baik & berkualitas. Kopertis, harus bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar dan mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara bertahap di tangan Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan. Selain itu pula, apa yang menjadi barometer yang menunjukkan eksistensi sebuah perguruan tinggi? Untuk saat ini opini publik dan beberapa kalangan masyarakat bahwa eksistensi sebuah Perguruan Tinggi dilihat dari kuantitas mahasiswanya bukan kualitasnnya. Nah ini jelas sudah terlihat faktanya bahwa pendidikan di Indonesia hanya menjadi komoditi bisnis semata. Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi kesehatan jiwa bagi anak bangsa, harapan kami semoga komersialisasi pendidikan tinggi tidak menjadi sebuah komoditi bisnis semata, akan tetapi menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global. mulailah dari diri sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan pendidikan kita bisa lebih baik dan berkualitas, karena ini akan menyangkut masa depan anak-anak kita dan Juga Bangsa Indonesia.

GudangSoal

Dari Redaksi GudangSoal.

Berawal dari rasa iba terhadap iklim dunia pendidikan ditanah air yang semakin melemah kwantitasnya. Maka kami sebagai komunitas yang merasa sebagai salah satu bagian warga yang bijak, maka sudah sepantasnya kami ikut membantu mengangkat kwantitas dunia pendidikan tanah air ini dengan cara yang kami bisa.
Perlu diketahui, di blog ini anda akan menemukan ratusan bahkan ribuan prediksi soal UNAS,SPMB bahkan CPNS, dan puluhan artikel serta Tips dan trik untuk bisa lolos seleksi dan ujian nasional.
Demikian sekapur sirih dari kami, maka info, saran serta kritik dari anda akan kami tampung di gudangsoal@yahoo.com. Kami tunggu.

Berbuat sejak dini, berkarya lebih awal untuk memajukkan Indonesia